Kisah Sahabat (Abdullah bin Ummi Maktum)
ABDULLAH BIN UMMI
MAKTUM
“Seorang lelaki buta, yang karna perkaranya
Allah menurunkan 16 ayat dalam Al Qur’an, dan akan senantiasa dikenang dan
dibaca sepanjang masa”
Siapakah laki-laki itu, yang karenanya Rasulullah Saw.
mendapat teguran dari langit dan menyebabkan beliau sakit?
Siapakah pria yang karena pristiwanya sampai-sampai
Jibril Al-Amin harus turun kedunia dan membisikkan wahyu Allah kedalam hati
Rasulullah nan mulia?
Orang itu tidak lain adalah Abdullah bin Ummi Maktum, sang
muadzin Rasulullah Saw.
Abdullah bin ummi maktum berasal dari kota Mekah dan dari
silsilah keluarga suku Quraisy. Beliau mempunyai ikatan keluarga dengan
Rasulullah Saw., yakni anak paman dari Khadijah binti Khuwailid. Bapaknya
bernama Qais bin Zaid dan ibunya Atikah bin Abdullah. Ibunya bergelar Ummi
Maktum karena anaknya Abdullah, lahir dalam keadaan buta total.
Ketika cahaya islam memulai memancar di Mekah, Allah
melapanhkan dada Abdullah bin Ummi Maktum dalam menerima agama baru itu. Karena
itu tidak diragukan lagi, ia termasuk dalam kelompok orang yang pertama-tama
masuk islam. Sebagai kelompok muslim pertama. Abdullah hturut menanggung segala
derita yang dialami kaum muslimin di Mekah kala itu. Beliau turut merasakan
derita umat islam akibat siksaan kaum Quraisy. Sudah tidak terhitung banyaknya
ia menerima cacian, hinaan, bahkan siksaan fisik berupa penganiayaan dan
berbagai macam tindak kekerasan lainnya dari orang-orang kafir Quraisy. Tetapi,
apakah karena tindak kekerasan itu lantas menjadikan Ibnu Ummi Maktum menyerah?
Sama sekali tidak!
Beliau tidak pernah mundur selangkahpun dan tidak lemah
iman secuil pun. Bahkan, ia semakin teguh berpegang pada agama Islam dan kitab
Al Qur’an. Beliau juga semakin rajin mempelajari syariat Islam dan sering mendatangi
majelis Rasulullah Saw.
Dalam setiap majelis, dengan tekun beliau menyimak dan
menghafal Al Qur’an, sehingga setiap waktu senggangnya selalu diisi dengan
mempelajari Kitabullah. Tidak pernah ia menyia-nyiakan kesempatann sedikit pun
untuk belajar ilmu dari Rasulullah Saw. Karena keuletannya tersebut, ia
termasuk salah satu sahabat yang beruntung memperoleh pengajaran langsung dari
Rasulullah Saw., disamping keuntungan-keuntungan lain yang tidak bisa dinilai
dengan harta.
Pada masa permulaan tersebut, Rasulullah Saw. sering
mengadakan dialog dengan pemimpin-pemimpin Quraisy, seraya mengharap hati
mereka tersentuh dan masuk islam. Pada suatu hari, Rasulullah sedang berunding
dan bertukar pikiran tentang islam dengan ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah,
‘Amr bin Hisyam alias Abu Jahl, Umayyah bin Khalaf, dan Walid bin Mughirah,
ayah Saifullah Khalid bin Walid. Beliau sangat ingin mereka menerima dakwah
menghentikan penganiayaan terhadap para sahabat beliau. Ketika beliau tengah
berunding dengan sungguh-sungguh, tiba-tiba Abdullah bin Ummi Maktum datang
untuk meminta Rasulullah Saw. membacakan beberapa ayat Al Qur’an untuknya.
Abdullah berkata, “Ya Rasulullah, ajarkan kepadaku ayat-ayat yang telah
diajarkan Allah kepada Anda!”
Rasulullah diam dan tidak mempedulikan permintaan
Abdullah. Bahkan, beliau bersikap agak acuh terhadap interupsinya itu. Lalu,
Rasulullah Saw. membelakangi Abdullah dan kembali melanjutkan pembicaraan
dengan para pemimpin Qurais tersebut. Beliau berharap, dengan islamnya mereka, mudah-mudahan
ajaran Islam bertambah kuat dan berdakwah pun semakin lancar. Selesai berbicara
dengan mereka, Rasulullah Saw. pun bermaksud pulang. Tetapi, tiba-tiba
penglihatan beliau menjadi gelap dan kepala terasa sakit seperti terkena pukul.
Kemudian, Allah Swt. menurunkan wahyu-Nya:
}§t6tã #’¯<uqs?ur
ÇÊÈ br&
çnuä!%y` 4‘yJôãF{$#
ÇËÈ $tBur
y7ƒÍ‘ô‰ãƒ ¼ã&©#yès9
#’ª1¨“tƒ ÇÌÈ
÷rr& ã©.¤‹tƒ
çmyèxÿYtGsù #“tø.Ïe%!$#
ÇÍÈ $¨Br&
Ç`tB 4Óo_øótFó™$#
ÇÎÈ |MRr'sù
¼çms9 3“£‰|Ás?
ÇÏÈ $tBur
y7ø‹n=tã žwr&
4’ª1¨“tƒ ÇÐÈ
$¨Br&ur
`tB x8uä!%y`
4Ótëó¡o„ ÇÑÈ
uqèdur 4Óy´øƒs†
ÇÒÈ |MRr'sù
çm÷Ztã 4‘¤Sn=s?
ÇÊÉÈ Hxx.
$pk¨XÎ) ×otÏ.õ‹s?
ÇÊÊÈ `yJsù
uä!$x© ¼çntx.sŒ
ÇÊËÈ ’Îû
7#çtྠ7ptB§s3•B
ÇÊÌÈ 7ptãqèùó£D
¥ot£gsÜ•B ÇÊÍÈ
“ω÷ƒr'Î/ ;otxÿy™
ÇÊÎÈ ¤Q#tÏ.
;ou‘tt/ ÇÊÏÈ
1. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, 2.
karena telah datang seorang buta kepadanya. 3.
Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). 4.
atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat
kepadanya?
5. Adapun orang yang merasa
dirinya serba cukup, 6. maka kamu melayaninya. 7.
Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). 8.
Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan
pengajaran),
9. sedang ia takut kepada
(Allah), 10. maka kamu mengabaikannya. 11.
Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah
suatu peringatan, 12. maka barang siapa yang menghendaki, tentulah ia
memperhatikannya, 13. di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, 14. yang
ditinggikan lagi disucikan, 15. di tangan para penulis (malaikat), 16. yang mulia lagi
berbakti.
Enam
belas ayat diturunkan oleh sang Jibril al-Amin kedalam hati Rasulullah Saw.
sehubung dengan peristiwa Abdullah bin Ummi Maktum. Surat ini akan senantiasa
dibaca oleh umat muslim, sejak ditunkannya sampai sekarang dan akan terus
dibaca sampai hari kiamat. Itulah keistimewaan terbesar yang dianugrahkan Allah
Saw. untuk Abdullah bin Ummi Maktum.
Sejak
hari itu, Rasulullah saw. tidak lupa memberikan tempat yang mulia bagi Abdullah
setiap kali datang. Beliau menyilahkan duduk ditempat duduknya, beliau tanyakan
keadaannya, dan beliau penuhi kebutuhannya. Tidak heran kalau beliau memuliakan
Abdullah sedemikian rupa setelah datang teguran sangat keras dari langit itu.
Tatkala
tekanan dan penganiayaan kaum Quraisy terhadap kaum muslimin semakin berat dan
menjadi-jadi, Allah Swt. mengizinkan kaum muslimin dan rasulNya berhijrah.
Abdullah bin Ummi Maktum pun bergegas meninggalkan tanah kelahiraanya demi
menyelamatkan agamanya. Bersama-sam Mus’ab bin Umair, beliau termasuk sahabat
Rasulullah Saw. yang pertama-tama tiba di Madinah. Setibanya di Yatsrib
(Madinah), Abdullah dan Mus’ab segera berda’wah, membacakan ayat-ayat Al Qur’an
dan mengajarkan pengajarann Islam.
Setelah
Rasulullah Saw. tiba di Madinah, beliau mengangkat Abdullah bin Ummi Maktum
serta Bilal bin Rabah menjadi muadzin Rasulullah. Mereka berdua bertugas
meneriakkan kalimat tauhid (adzan) lima kali sehari-semalam, mengajak orang
banyak beramal shaleh, dan mendorong masyarakat merebut kemenangan. Apabila
Bilal menyerukan adzan, maka Abdullah yang menyerukan iqamat, dan begitu pula
sebaliknya.
Saat
bulan Ramadhan, tugas mereka bertambah. Bilal bertugas adzan ditengah malam
untuk membangunkan kaum muslimin yang hendak makan sahur. Sementara, Abdullah
bertugas adzan ketika fajar menyingsing, member tahu kaum muslimin bahwa waktu
imsak sudah masuk, sehingga mereka menghentikan makan dan minum serta segala
hal yang membatalkan puasa.
Untuk
memuliakan Abdullah bin Ummi Maktum, beberapa kali Rasulullah Saw.
mengangkatnya menjadi wali kota Madinah untuk menggantikan beliau apabila
meninggalkan kota. Lebih sepuluh kali jabatan tersebut dipercayakan kepada
Abdullah, salah satunya ketika Rasulullah Saw. meninggalkan kota Madinah untuk
membebaskan kota Mekah dari kekuasaan kaum Quraisy.
Setelah
perang Badar, Allah menurunkan ayat-ayat Al Qur’an yenag menyebutkan bahwa
Allah Swt. mengangkat derajat kaum muslimin yang berperang fi sabilillah.
Allab melebihkan derajat mereka yang pergi berperang atas orang-orang yang
tidak pergi berperang, dan mencela orang yang tidak pergi karena ingin
bersantai-santai. Ayat-ayat tersebut sanagt berkesan dihati Abdullah bin Ummi
Maktum. Ia merasa, sungguh sukar untuk mendapatkan kemuliaan tersebut karena
buta.
Lalu
ia berkata kepada Rasulullah Saw., “Ya Rasulullah! Seandainya
saya mampu ikut jihad, tentu saya pergi berperang.” Kemudian, ia memohon kepada Allah
Swt. dengan hati penuh tunduk agar Allah menurunkan ayat-ayat yang menerangkan
tentang orang-orang cacat sepertinya, tetapi ingin sekali ikut ambil bagian
dalam peperangan. Dengan penuh segala kerendahan hati, ia berkata, “Ya Allah! Turunkan wahyu mengenai
orang-orang yang udzur sepertiku!” Tidak berapa lama, kemudian Allah Swt. memperkenankan
do’anya.
Zaid
bin Tsabit, sekretaris Rasulullah Saw., yang bertugas menuliskan wahyu berkata,
“Aku duduk di samping Rasulullah Saw. Tiba-tiba beliau diam, sedangkan paha
beliau terletak diatas pahaku. Aku belum pernah merasakan beban yang paling
berat melebihi berat paha Rasulullah Saw. ketika itu, sesudah beban berat yang
menekan pahaku hilang, beliau bersabda, Tulis hai zaid!” Lalu aku pun menulis.
žw “ÈqtGó¡o„ tbr߉Ïè»s)ø9$# z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# tbr߉Îg»yfçRùQ$#ur ’Îû È@‹Î6y™ «!$# . . .
Zaid
melanjutkan, “Ibnu Maktum berdiri seraya berkata, “Ya Rasulullah, bagaimana
dengan orang-orang yang tidak sanggup berjihad karena cacat?” mendengar
pertanyaan tersebut, Rasulullah Saw. terdiam dan paha beliau menekan pahaku,
seolah-olah aku menaggung beban berat seperti tadi. Setelah beban berat itu hilang, Rasulullah bersabda,
“Coba bacakan kembali yang relah engkau tulis!” Aku pun membaca, “Tidak sama
orang-orang mukmin yang duduk (tidak turut berperang).” Lalu beliau bersabda,
“Tulislah,
. . . çŽöxî ’Í<'ré& Í‘uŽœØ9$# . . .
Maka
turunlah pengecualian yang ditunggu tunggu Ibnu Ummi Maktum. Meskipun Allah Swt.
telah memaafkan Ibnu Ummi Maktum dan orang-orang yang udzur untuk tidak
berjihad, namum ia enggan bersantai-santai beserta orang yang tidak turut
berperang. Ia tetap membulatkan tekad untuk turut berperang fi sabilillah.
Ia berkata, “Tempatkan saya diantara dua barisan sebagai pembawa bendera.
Saya akan memegangnya erat-erat untuk kalian. Saya buta, karena itu saya pasti
tidak akan lari.”
Tahun
ke-14 Hijriyah, Khalifah Umar bin Khattab memutuskan akan memasuki Persia dalam
sebuah perang yang kemudian menentukan nasib imperium tersebut. Selain
menggulingkan pemerintahannya yang dzalim, ekspansi tersebut juga bertujuan
menyebarkan islam dan mendirikan pemerintahan yang demokratis serta bertauhid
dibawah naungan Islam.
Umar
kemudian memerintahkan kepada setiap gubernur dan pembesar dalam
pemerintahannya untuk turut serta. Umar berseru, “Jangan ada seorang pun
yang tertinggal dari orang-orang yang bersenjata, orang yang mempunyai kuda,
pemberani, atau bias berpendapat, melainkan dihadapkan semuanya kepadaku
sesegera mungkin.”
Maka,
berkumpullah kaum muslimin di Madinah dari segala penjuru demi memenuhi
panggilan khalifah Uman bin Khattab diantara mereka, terdapat seorang prajurit
buta, yaitu Abdullah bin Ummi Maktum. Khalifah Umar mengangkat Saad bin Abu
Waqqash menjadi panglima pasukan yang jumlahnya sangat besar itu.kemudian,
Khalifah memberikan instruksi dan pengarahan pada Saad.
Setelah
pasukan besar itu sampai di Qadisiyyah, Abdullah bin Ummi Maktum memakai baju
besi dan perlengkapan perang yang sempurna. Beliau bertindak sebagai pembawa
panji atau bendera kaum muslimin dan berjanji akan senantiasa mengibarkannya
atau mati disamping bendera itu. Dan, akhirnya perang pun pecah antar pasukan
umat islam dengan pasukan kerajaan Persia.
Pada
hari ketiga, perang berkecamuk begitu semakin hebat sehingga belum pernah ada
perang sebelumnya yang lebih hebat dari ini. Akhirnya, kaum muslimin berhasil
memenangkan perang tersebut dengan kemenangan paling besar, yang belum pernah
dialami sebelumnya. Dengan demikian, jatuhlah pusat kekuasaan imperium Persia
yang agung itu ketengah kaum muslimin. Sejak saat itu, runtuhlah mahligai kisra
nan megah namun sombong itu. Akhirnya, berkibarlah bendera tauhid dibumi
menyembah berhala itu.
Kemenangan
yang meyakinkan itu memang harus dibayar dengan darah dan jiwa ratusan para
syuhada’. Diantara mereka yang mati syahid, terdapat sosok Abdullah bin Ummi
Maktum yang buta. Beliau ditemukan terkapar bersimbah darah dimedan tempur
sambil memeluk panji kaum muslimin yang ia pertahankan sampai syahidnya.
Posting Komentar untuk "Kisah Sahabat (Abdullah bin Ummi Maktum)"