Khitobiyah Cinta Tanah Air (Dewasa)
KHITOBIYYAH
DEWASA I AGUSTUS 2017
اَلسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ
لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَي سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ
وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ
Yang kami mulyakan
para Alim, Khususnya Pengasuh Pondok Pesantren Hasan Jufri, Gus Moh. Najahul
Umam berserta keluarga
Yang mulya
dewan asatidz, para guru dan kakak santri senior
Yang kami
hormati pengurus Jampus dan Jamfar beserta staf-stafnya
Serta
teman-temar santri warga jamfar yang berbahagia,
Alhamdulillah, segala puja dan puji
syukur mutlak hanya milik Allah swt. Yang telah memberikan kenikmatan kepada
kita, khususnya nikmat iman dan Islam serta kesehatan, yang mana tidak pernah
sedetikpun Allah berhenti memberikan nikmatnya kepada kita semua.
Shalawat beriring salam, semoga
selalu tercurahkan kepada sosok seorang rasul utusan Allah yang ma’sum
(terpelihara dari dosa dan kesalahan), rasul yang sangat mencintai umatnya dan
mudah memaafkan sesamanya, rasul yang insya Allah akan memberikan syafa’at
kepada kita di hari kemudian, beliaulah baginda Nabi besar Muhammad saw.
Teman-teman santri yang saya hormati
Saya disini
akan membawakan tema “Cinta Tanah Air”.
Imam Al-Jurjani mendefiniskan hal ini dengan istilah al-wathan al-ashli
yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya.
اَلْوَطَنُ الْأَصْلِيُّ هُوَ مَوْلِدُ
الرَّجُلِ وَالْبَلَدُ الَّذِي هُوَ فِيهِ
Artinya, “Al-wathan al-ashli adalah tempat kelahiran seseorang dan
negeri di mana ia tinggal di dalamnya,”
Dari definisi ini maka dapat dipahami bahwa tanah air bukan sekadar
tempat kelahiran tetapi juga termasuk di dalamnya adalah tempat di mana kita
menetap. Dapat dipahami pula bahwa mencintai tanah air adalah berarti mencintai
tanah kelahiran dan tempat di mana kita tinggal.
Allahumma Shalli Ala Muhammad,,,,,
Allahumma Shalli Ala Muhammad,,,,,
Rasulullah SAW sendiri pernah mengekspresikan kecintaanya kepada
Mekah sebagai tempat kelahirannya. Hal ini bisa kita lihat dalam penuturan Ibnu
Abbas RA yang diriwayatkan dari Ibnu Hibban yang berbunyi :
مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ وَأَحَبَّكِ
إِلَيَّ، وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ
Artinya, “Alangkah baiknya engkau sebagai
sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya
kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri
selainmu,” (HR Ibnu Hibban).
Di samping Mekah, Madinah adalah juga merupakan tanah air
Rasulullah SAW. Di situlah beliau menetap serta mengembangkan dakwah Islamnya
setelah terusir dari Mekah. Di Madinah Rasulullah SAW berhasil dengan baik
membentuk komunitas Madinah dengan ditandai lahirnya watsiqah madinah atau yang
biasa disebut oleh kita dengan nama Piagam Madinah.
Kecintaan Rasulullah SAW terhadap Madinah juga tak terelakkan.
Karenanya, ketika pulang dari bepergian, Beliau memandangi dinding Madinah
kemudian memacu kendarannya dengan cepat. Hal ini dilakukan karena kecintaannya
kepada Madinah.
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدْرَانِ
الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ
حُبِّهَا
Artinya, “Dari Anas RA bahwa Nabi SAW apabila kembali dari
berpergian, beliau melihat dinding kota Madinah, maka lantas mempercepat
ontanya. Jika di atas atas kendaraan lain (seperti bagal atau kuda, pen) maka
beliau menggerak-gerakannya karena kecintaanya kepada Madinah,” (HR Bukhari).
Apa yang dilakukan Rasulullah SAW ketika kembali dari bepergian,
yaitu memandangi dinding Madinah dan memacu kendaraannya agar cepat sampai di
Madinah sebagaimana dituturkan dalam riwayat Anas RA di atas, menurut
keterangan dalam kitab Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari karya Ibnu Hajar
Al-Asqalani menunjukkan atas keutamaan Madinah disyariatkannya cinta tanah air.
وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ
الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّةِ حُبِّ الْوَطَنِ وَالْحَنِينِ إِلَيْهِ
Artinya, “Hadits tersebut menunjukan keutamaan Madinah dan
disyariatkannya mencitai tanah air serta merindukannya” (Lihat, Ibnu Hajar
al-Asqalani, Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari, Beirut, Darul Ma’rifah, 1379
H, juz III, halaman 621).
Dari penjelasan singkat ini maka setidaknya kita dapat menarik
kesimpulan bahwa mencintai tanah air merupakan tabiat dasar manusia, di samping
itu juga dianjurkan oleh syara` (agama) sebagaimana penjelasan dalam kitab
karya Ibnu Hajar Al-Asqalani yang dikemukakan di atas.
Kesimpulannya adalah bahwa mencintai tanah air bukan hanya karena
tabiat, tetapi juga lahir dari
bentuk dari keimanan kita. Karenanya, jika kita
mendaku diri sebagai orang yang beriman, maka mencintai Indonesia sebagai tanah
air yang jelas-jelas penduduknya mayoritas Muslim merupakan keniscayaan. Inilah
makna penting pernyataan “Hubbul Wathan
Minal Iman” (Cinta tanah air sebagian dari iman).
Konsekuensi, jika ada upaya dari pihak-pihak tertentu yang berupaya
merongrong keutuhan NKRI, maka kita wajib untuk menentangnya sebagai bentuk keimanan
kita. Tentunya dalam hal ini harus dengan cara-cara yang dibenarkan menurut
aturan yang ada karena kita hidup dalam sebuah negara yang terikat dengan
aturan yang dibuat oleh negara.
Sekian yang dapat kami sampaikan, atas
kekurangan dan kekhilafan mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu’alaikum wr. Wb.
Posting Komentar untuk "Khitobiyah Cinta Tanah Air (Dewasa)"