Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Sahabat (Khabbab bin Al Arat RA.)

KHABBAB BIN ARAT

(Khabbab rahimahullah masuk islam dengan suka cita, hijrah dengan ketaatan dan hidup dalam berjihad dijalan Allah swt. (Ali bin Abi Thalib))

Ummu Anmar Al Khuza’i pergi menuju pasar budak di Mekah, ia ingin membeli seorang budak yang berguna baginya dan bisa meneruskan pekerjaannya, lalu ia ditawari sejumlah budak oleh para penjual budak, sehingga pilihannya jatuh pada seorang anak yang belum baligh, berbadan tegap serta terlihat aura kecerdasan diwajahnya.
Tatkala keduanya sedang dalam perjalanan. Menolehlah Ummu Anmar ke anak tersebut seraya bertanya: “Siapa namamu wahai pemuda?”
“Khabbab” jawab anak tersebut.
“Siapa nama ayahmu?” Tanya Ummu Anmar
Anak tersebut menjawab, “Al Arat”
Lalu Ummu Anmar bertanya lagi, “kamu berasal dari mana?”
“Dari Najd” Jawab sang anak
“Kalau begitu, kamu orang arab?” kata Ummu Anmar
Kemudian Khabbab menjawab, “Iya, saya dari bani Tamim”.
“Apa yang menyebabkan kamu menjadi seorang budak hingga dijual dipasar?” Tanya Ummu Anmar penasaran.
Lalu Khabbab berkata: “Suatu hari, salah satu Qabilah arab menyerang kampungkami, mereka merampas hewan ternak kami, menawan para wanita serta mengambil simpanan di gudang, dan aku termasuk orang yang diambil dari kalangan anak kecil. Lalu saya pindah dari majikan satu ke majikan lain sehingga sekarang saya berada di tanganmu”.
Setelah itu, Ummu Anmar kemudian menyerahkan Khabbab budaknya kepada tukang besi agar dididik dan diajari cara membuat pedang, belajarlah Khabbab dengan tekun sehingga dalam waktu singkat ia sudah mahir dalam seluk beluk pembuatan pedang.
Tatkala Khabbab sudah dianggap mampu untuk usaha sendiri, Tuannya menyewakan Khabbab sebuah toko dipasar dan menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan oleh Khabbab dalam pembuatan pedang. Terkenallah Khabbab dikalangan masyarakat Mekah sebagai tukang besi yang handal, sehingga orang-orang mekah berdatangan ke tokonya untuk membeli pedang.
Walau ditengah kesibukannya, Khabbab ternyata orang yang mempunyai ketajaman nurani dan intelektual serta dipadu dengan kebijaksanaan yang sempurna, ia merasa heran dengan kebiasaan-kebiasaan Quraisy yang diluar akal sehat dan kerusakan-kerusakan yang tidak manusiawi, sehingga membuat Khabbab selalu menyendiri dikala waktu senggang.
Ia menginginkan agar umurnya dipanjangkan supaya bisa menyaksikan masa-masa hilangnya kebodohan dan diganti dengan lahirnya cahaya kebenaran. Dalam kesendiriannya ia berguman: “Jangan sampai malam ini, sebagai akhir dalam hidupku,,,”.
Tidak lama Khabbab menunggu, terdengarlah kabar tentang datangnya cahaya dari seorang pemuda bani Hasyim bernama Muhammad bin Abdullah. Bersegeralah ia menuju Muhammad Saw. seraya menyatakan bahwa tiada tuhan selain Allah, Muhammad adalah hamba dan utusan Allah, dan ia termasuk orang ke enam yang pertama menerima islam.
Khabbab tidak pernah menyembunyikan keislamannya, sehingga sampailah berita keIslaman Khabbab kepada Ummu Anmar, tuannya. Dengan perasaan marah bercampur benci, berangkatlah Ummu Anmar dengan ditemani saudaranya Siba’ bin Abdil Uzza beserta orang-orang bani Khuza’ah menuju Khabbab, dan mereka mendapatinya sedang sibuk membuat pedang. Lalu Siba’ menghadap padanya, seraya berkata: “Telah sampai kepada kami berita yang kami tidak mempercayainya”.
Kemudian Khabbab bertanya: “Berita apakah itu?”
“Tersebar khabar bahwa kau telah kafir, dan mengikuti ajaran pemuda dari bani Hasyim” Kata Siba’.
Menjawablah Khabbab dengan tenang: “Saya tidak kafir, bahkan saya beriman pada Allah yang tiada sekutu bagiNya, dan saya tinggalkan berhala-berhala kalian, serta saya bersaksi bahwa Muhammad ialah hamba Allah dan rasulNya”.
Ketika Siba’ dan yang lainnya mendengar perkataan Khabbab, lalu mereka mengepung Khabbab, mereka memukul, menendang serta melempari Khabbab dengan apa saja yang ada didepan mereka sehingga Khabbab tersungkur ketanah dengan bersimbah darah kemudian pingsan.
Tersiarlah berita penyiksaan Khabbab keseluruh penjuru kota Mekah, orang-orang merasa heran dengan keberanian Khabbab menyatakan keislamannya ditengah-tengah kafir Quraisy yang belum pernah terdengar sebelumnya pengakuan seperti itu.
Goncanglah pemuka-pemuka Quraisy terhadap perkara Khabbab, yang tak pernah terlintas dihati mereka tentang sikap seorang tukang besi tanpa anggota keluarga yang bisa menolongnya dan tanpa anak yang melindunginya. Mereka takut peristiwa Khabbab dapat memotivasi sahabat-sahabat yang lainnya untuk menyatakan keisalamannya secara terang-terangan.
Berkumpullah mereka disisi Ka’bah, memikirkan perkara Muhammad yang setiap hari semakin berkembang, mereka ingin mencegah hal itu sebelum bertambah parah. Diantara mereka terdapat Abu Sufyan bin Harb, Walid bin Mughirah dan Abu Jahl bin Hisyam, mereka mengambil inisiatif untuk menyiksa orang-orang islam agar kembali ke agama mereka atau mati dibunuh.
Tersebutlah Siba’ bin Abdil Uzza dan sekutunya sedang merencanakan penyiksaan kepada Khabbab. Maka tatkala terik matahari mulai memanggang bumi, keluarlah Siba’ dengan menyeret Khabbab ketengah gurun yang membakar, lalu baju Khabbab dilepas satu persatu dan diganti dengan baju besi, ia dibiarkan terkapar ditengah gurun tanpa diberi air sedikitpun, sehingga ketika Khabbab terkulai lemas datanglah Syiba’ kepadanya dengan bertanya: “apa pendapatmu tentang Muhammad?”.
Siba’ menjawab: “Muhammad ialah hambanya Allah dan rasulNya, ia datang dengan membawa petunjuk dan kebenaran untuk mengeluarkan kita dari kegelapan menuju cahaya terang”.
Mendengar jawaban tersebut murkalah Siba’, lalu Khabbab dipukul dan ditinjunya. Dengan geramnya Siba’ bertanya lagi “Lalu apa pendapatmu tentang lata dan uzza?”.
“Ia adalah dua patung yang tuli dan bisu serta tidak bisa memberikan bahaya dan manfaat”. Jawab Khabbab.
Bertambahlah kemarahan Siba’, lalu ia mengambil batu yang sangat panas kemudian diletakkan di punggung Khabbab dengan tanpa ada rasa belas kasihan.
Ketika Siba’ sudah putus asa dengan usahanya. Tampillah Ummu Anmar untuk menyiksa Khabbab yang semakin teguh imannya, apalagi tatkala Ummu Anmar melihat Rasulullah lewat dan berbincang-bincang dengan Khabbab ditokonya, maka bertambahlah kemarahan Ummu Anmar, hingga disuatu hari ia datang menemui Khabbab, kemudian ia mengambil besi dari tempat pembakarannya yang sangat panas lalu diletakkan dikepala Khabbab hingga meleleh dan pingsan, saat itu Khabbab berdo’a agar Allah melaknat Ummu Anmar dan Siba’.
Tatkala Rasulullah memberi izin pada para sahabat untuk hijrah ke Madinah, bersiap-siaplah Khabbab untuk ikut pergi hijrah, namun sebelum ia berangkat ke Madinah terdengarlah kabar tentang terkabulnya do’a Khabbab akan laknat yang pernah ia ucapkan kepada Ummu Anmar.
Ummu Anmar tertimpa penyakit pusing yang belum dikenal sebelumnya penyakit seperti itu, ia melolong seperti lolongan anjing disebabkan dahsyatnya sakit yang ia rasakan.
Anak-anak Ummu Anmar sibuk mencari tabib kesegala pelosok negri, lalu tabib berkata bahwa tidak ada obat yang bisa menyembuhkan Ummu Anmar kecuali dengan meletakkan setrika dikepalanya, dan benarlah hingga ketika setrika itu diletakkan dikepala Ummu Anmar, ia lupa akan penyakit yang dideritanya disebabkan lebih panasnya setrika dari pada rasa sakit yang ia derita di kepalanya.
Saat Khabbab berada di Madinah. Barulah ia merasakan ketenangan dan kedamaian yang selama ini belum pernah ia rasakan, apalagi sekarang ia terus bisa dekat dengan nabi tanpa ada yang mengganggunya.
Khabbab ikut serta berjuang dibawah panji nabi dalam perang badar, dan ia juga menyaksikan terbunuhnya Siba’ ditangan Hamzah bin Abi Thalib diperang Uhud. Khabbab oleh Allah dianugrahkan umur yang panjang sehingga ia hidup sampai masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, Khalafaurrasyidin yang keempat.
Pada saat Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah, beliau sangat menghormati Khabbab, dengan memberikan tempat istimewa tatkala beliau berkumpul dengan Khabbab dan beliau duduk dekat sekali dengan Khabbab. Berkatalah Umar “tiada seorangpun yang lebih berhak dari padamu ditempat duduk ini kecuali Bilal”.
Lalu Umar ra. bertanya tentang siksaan yang Khabbab terima dari orang-orang Quraisy dimasa lalu, namun Khabbab malu untuk menjawabnya. Umar terus bertanya hingga Khabbab kemudian menyingkap selindang dari punggungnya, terperanjatlah Umar ra. melihat punggung Khabbab, seraya bertanya: “Apa yang mereka perbuat padamu?”
Khabbab menjawab: “suatu hari orang-orang Quraisy membakar kayu hingga menjadi bara api, lalu mereka menarik dan melepaskan pakaianku, mereka meletakkan aku diatas bera api sampai terpisah dagingku dari tulang punggungku ini, dan bara tersebut tidak padam kecuali karna aliran keringat dan lemak yang keluar dari tubuhku.”
Diakhir hayatnya. Khabbab merupakan orang yang berada, ia memiliki harta yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya, walaupun begitu ia tidak sembunyikan semua itu, melainkan ia meletakkannya di tempat khusus di rumahnya, sebuah tempat yang diketahui dan mudah dijangkau oleh masyarakat madinah, ia persilahkan para kalangan fakir dan miskin yang mempunyai hajat untuk mengambilnya tanpa harus meminta izin terlebih dahulu.
Meskipun begitu, Khabbab masih takut akan hisab Allah pada hartanya, lebih-lebih siksa yang datang disebabkan hartanya.
Para sahabat berkata: “Ketika Khabbab sakit kami menjenguknya, lalu Khabbab berkata: “Sesungguhnya disini masih ada 80.000 dirham, demi Allah saya tidak menyembunyikannya dan saya tidak melarang orang untuk mengambilnya.” Kemudian ia menangis.
Kami bertanya: “Apa yang membuat engkau menangis?”
Lalu ia berkata: “Saya menangis karna para sahabatku berlalu sebelum merekam memperoleh upahnya di dunia, sedangakan saya masih hidup dan memperoleh ini semua, saya takut hal ini dapat mengurangi pahala amalku.”

Dan tatkala Khabbab pergi kepangkuan tuhannya. Ali bin Abi Thalib berkata diatas kuburnya:  “Khabbab rahimahullah masuk islam dengan suka cita, hijrah dengan ketaatan dan hidup dalam berjihad dijalan Allah swt.” Dan Allah SWT. tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik.

Posting Komentar untuk "Kisah Sahabat (Khabbab bin Al Arat RA.)"